
Belasan tahin silam, saat masih SMA ada sebuah fun fact kalau aku pernah merasa sangat kesal dengan keadaan. Momen itu gak akan bisa lupa karena saat temen-temen di sekolah lagi asik outing class aku justru harus bantu ibu di kedai makan karena pesanan nasi tumpeng.
Dari jam 3 dini hari sudah berkutat dengan hituk pikuk pasar tradisional dan kedai makan. Menyiangi sayuran, menanak nasi, merajang bawang, membentuk lalapan, menata nampan semua aku turut terjun. Lelah, penat dan sedih saat itu. Aku ingin seru-seruan jalan-jalan.
Cerita tak berhenti dari momen itu. Momentum lain juga sama menguras emosinya si anak muda, di saat yang lain punya acara jalan-jalan nyari baju baru malam takbiran aku masih harus bantu ibu di kedai karena pesanan ketupat lebaran, opor dan kentang dari seorang ibu bermobil sedan hitam. Bukan main... bayangkan betapa seringnya aku menarik nafas panjang.
Tapi kemudian waktu berjalan cepat, belasan tahun berlalu sampailah saat-saat dimana aku dewasa dan melihat semua momen itu sebagai berkah Tuhan. Aku sadar dari dapur kedai Purnama di Pusdai Jabar yang ukurannya tak lebih dari 3x3 meter itu adalah hot kitchen pertama aku.
Dar der dor dapur didikan VOC itu sudah aku dapatkan sebelum chef Juna stunning di televisi. Dari hot kitchen pertama itulah aku belajar dunia memasak yang keras dan disiplin. Memasak untuk nilai jual ekonomi tentu tak sama dengan memasak jalur dapur keluarga.
Dari dapur itu juga sebuah jenama kuliner "Beelicious" berdiri. Meski belum begitu besar tetapi catering ini sudah berjalan lebih dari 4 tahun dan bertahan sampai hari ini. Beelicious hadir memastikan sarapan siang dan makan siang keluarga terutama anak-anak tetap terpenuhi seimbang dan praktis. Karena makan siang memiliki value dan fungsi kentara dalam keluarga.
Pengalaman Kontributor Buku Tradisi Makan Siang Indonesia
Rasanya senang sekali ketika akhirnya buku cantik ini launching. Bangga dan senang itu perasaan alami yang terbentuk saat melihat buku ini sampai di Bandung. Ada perasaan tak bisa disebutkan karena bisa ikut merasakan atmosfer serunya menyusun buku Tradisi Makan Siang Indonesia ini.
Membayangkan bisa satu buku bersama teman-teman dan para blogger senior di komunitas Food Blogger Indonesia sebuah katalisator buat jenamaku sendiri. Dibawah asuhan Blogger senior Katerina dan bekerja sama dengan Indonesia Gastronomi Foundation, Omar Niode Fondation dan tokoh publik ibu Amanda Katili Niode buku ini bersinar diterbitkan oleh Dio Media Publisher.
Chapter 27 it's mine. Ada rahasia unik dibalik bungkusan roti lapis Belanda dengan tradisi makan orang Sunda. Apakah sebenarnya fakta unik itu? Yap siapa bisa terpikirkan jika sebenarnya tradisi makan siang di masayarakat Jawa Barat yang disebut botram ternyata berkaitan dengan roti lapis khas Belanda.
Banyak kisah tentang beberapa nama makanan yang dihasilkan dari plesetan bahasa Belanda. Begitu juga dengan kata Botram. Dahulunya orang pribumi khususnya parahyangan mendengar kata botterham dari mulut para kompeni yang membuka bungkusan roti dan mereka memakannya bersama-sama.
Dari sanalah warga parahyangan menyebut makan bersama sebagai botram. Tradisi botram menjadi kebiasaan turun temurun hingga saat ini. Menu yang disajikan tentu bukan roti seperti orang Belanda. Biasanya botram menyajikan makanan khas sunda seperti nasi liwet, aneka sayuran mentah atau lalapan, sambal, ikan asin, tahu, tempe dan lauk lainnya. Lengkap tentang hubungan unik Belanda dan kita itu jiga tayang disini. boleh banget dibaca-baca yaa🤗
Review Book
Buku Tradisi Makan Siang Indonesia adalah khazanah ragam Tradisi makan siang dan penyajiannya. Bertutur penuh harmoni mengungkap indigenous knowledge dari ujung barat sama ujung timur nusantara. Kaya akan inspirasi dan juga cinta. Ditulis oleh 40 penulis dari berbagai latar belakang profesi. 26 diantaranya adalah Food Blogger Indonesia.
Ada yang istimewa dari buku Tradisi Makan Siang Indonesia, buku ini merupakan buku bilingual yang disusun dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Di dalamnya juga dilengkapi gambar dan full colour dan terdiri atas 505 halaman. Lengkap dengan hardcover yang membuatnya terlihat eksklusif.
Mengambil warna lembut kuning dengan paduan hint hijau menciptakan warna yang eksotik. Warna khas ini menampilkan suasana hangat dan istimewa dalam waktu bersamaan. Dominasi warna hijau di bagian dalam buku sebagai cover setiap chapter menonjolkan kesan segar seperti halnya makanan sehat.
Dimensi bukunya cukup besar yakni dibandingkan dengan buku serupa lainnya. Tapi sejujurnya saya sendiri belum pernah menemukan buku yang serupa. Karena buku Tradisi Makan Siang Di Indonesia ini benar-benar the one and only sebagai buku yang memuat banyak hal mulai dari resep, nama tradisi, asal usul daerah hingga manfaat makan siang.
Tradisi makan siang adalah warisan budaya yang harus dijaga, seperti halnya kita menjaga banyak hal berharga dalam hidup. Bisnis, kepercayaan pelanggan dan keluarga semua harus dipertahankan sepenuh hati. Salah satunya dengan mempertahankan citarasa makan siang yang selalu menyenangkan lewat hidangan yang disajikan sepenuh hati.***(rafahlevi)








Post a Comment
Post a Comment