Rangga dan Cinta, Pangku dan Esok Tanpa Ibu menjadi tiga film Indonesia yang tayang perdana di Busan International Film Festival (BIFF).
Acara bergengsi bagi para sineas dan industri film international ini telah menginjak tahun ke 30 perhelatannya. BIFF menjadikan Busan sebagai kiblat kota industri film dunia khususnya Asia. Dalam 3 dekade BIFF menjelma menjadi ajang prestisius film-film dari berbagai negara tak terkecuali Indonesia.
Melenggang penuh kebanggaan di karpet merah BIFF ke 30 para cast dan sineas dari film Rangga & Cinta, Pangku dan Esok Tanpa Ibu.
Debut ketiganya menjadi refresentasi bhineka wajah film Indonesia. Film Indonesia memberikan watermark jelas akan keberagaman genre, tema, ide cerita hingga dinamika cast list yang diisi oleh aktor-aktor lintas generasi.
Hadir dan tayang perdana di BIFF tentu saja menjadi sebuah kebanggaan dan kehormatan bagi sebuah film.
Rangga & Cinta
Binar kebahagiaan nampak jelas di wajah-wajah aktor muda pendatang baru El Putra pemeran Rangga dan Leya Princy pemeran Cinta yang didampingi oleh produser Mira lesmana dan sutradara Riri Riza.
Film Rangga & Cinta sendiri merupakan universe lain dari pasangan legendaris Ada Apa Dengan Cinta, Rangga Cinta yang dirilis 23 tahun lalu. Film Rangga & Cinta terasa lebih segar yang khas pendekatan gen Z dengan sentuhan drama musikal yang lebih kental.
Seperti diketahui peran Rangga Cinta era milenial dimainkan oleh Nicholas Saputra dan Dian Sastro, kini couple ikonik itu reborn dan pilihan Riri Riza jatuh pada El dan Leya.
Pangku
Film Pangku menjadi salah satu film Indonesia yang hadir dan tayang perdana di BIFF. Pangku adalah sebuah film bergenre drama yang mengangkat tema sosial.
Mengisahkan perjuangan seorang wanita bernama Sartika dalam membesarkan anaknya seorang diri di pinggiran pantura, "terjebak" nasib di kedai kopi pangku. Film Pangku menjadi debut pertama aktor Reza Rahardian sebagai sutradara.
Tak hanya melenggang di karpet merah dan tayang perdana di panggung cinema internasional sekaliber BIFF, film Pangku juga mengantarkan sang pemeran utama Claresta Taufan menyabet The Rising Star Award di 14th Marie Claire Asia Star award yang merupakan bagian dari Busan International Film Festival ke 30.
Esok Tanpa Ibu
Esok Tanpa Ibu adalah film Indonesia ke 3 yang juga tayang perdana secara internasional di BIFF. Sebuah Film yang menawarkan genre baru drama fiksi ilmiah dengan teknologi film terbaru.
Film Mothernet menceritakan kisah tentang Rama, anak remaja yang harus kehilangan ibunya akibat kecelakaan tragis. Setelah mengalami koma akhirnya sang ibu yang meninggal dunia. Bersama ayahnya yang diperankan Ringgo Agus Rahman, Rama mencoba menghadapi kenyataan dengan bantuan kecerdasan buatan alias AI.
Dibintangi Dian Sastro dan Ali Fikri, keduanya melenggang penuh kebanggaan di red carpet BIFF 2025. Film ini direncanakan akan tayang di tahun ini karya rumah produksi Base Entertainment.
Penutup
Kesuksesan 3 film Indonesia di panggung film dunia ini merupakan sebuah bukti sekaligus validasi kemampuan para sineas tanah air dalam menghasilkan karya gambar gerak yang berkualitas dengan value internasional.
Kepercayaan diri dan karakter juga terpancar sangat menawan ditampilkan para aktor yang terlibat dalam produksi pada saat melenggang di karpet merah Festival Film Internasional Busan, Korea Selatan.
Fakta bahwa industri film Indonesia dan ekosistem di dalamnya memiliki integritas dan kreatifitas yang profesional.
Kedepan harapannya dari Indonesia juga akan hadir ajang penghargaan serupa BIFF yang akan menjadi barometer penghargaan film kelas dunia. Whon knows Festival Film Bandung goes tobe. ***




,%20tersimpan%20cerita%20.jpg)








Senang banget lihat film Indonesia semakin sering tayang perdana dengan kualitas yang bagus. Gak sabar buat liat rangga dan cinta sambil nostalgia masa pacaran SMA sama pak suami hehe
ReplyDeleteKeren bisa tembus ke busan international. Salut sih bisa sampai sana dan dikenal banyak orang...
ReplyDeleteKalau soal kemampuan berakting dan eksekusi ide Indonesia itu gak kalah sama negara lain terutama sama Korea. Hanya saja ketinggalan kita adalah teknologi dan investasi lebih besar untuk mengembangkan industri perfilman. Seperti Korea yang all out pemerintahnya.
ReplyDeleteHaduuh, Leya Princy cakkeeppp puooll yaah..
ReplyDeleteAku ikutan seneng dan bangga banget karena dunia per-filman Indonesia bisa dipamerin ke kancah Internasyenel yakni Busan International Film Festival ke -30.
Pingin juga ikutan nonton film festival gini..
Pasti kereen dan permainan watak banget yaah..
waah..turut bangga melihat 3 jarya anak negeri bisa masuk ke ranah internasional, seoeryi BFF ini. Congrats utk semua kreator nya!
ReplyDeleteBisa pas ya, Rangga dan Cinta masuk BIFF, film Dian Sastro "Esok Tanpa Ibu" juga masuk BIFF. 😍
ReplyDeleteSaluuut, aku suka film indonesia yang kayak gini bukan yg horor hehe. Penasaran dengan film Pangku.
ReplyDeleteBangga, makin banyak film Indonesia yang diputar di internasional. Selain 3 film di atas, ada beberapa film Indonesia garapan temanku yang juga dibawa ke Busan, Kak. Film kerja sama dengan salah satu anak perusahaan sebuah medianl massa di Jakarta.
ReplyDeleteBangga banget karena filmy Indonesia bisa diputar di tingkat Internasional
ReplyDeleteWah aku penasaran banget sama film debut reza rahadian sebagai sutradara. Apalagi pemeran utamanya juga dapat penghargaan nih
ReplyDeleteFilm Indonesia makin lama makin keren yah, semoga ke depannya semakin banyak film kereeen
ReplyDeleteWuiu keren banget ya! Jadi ternyata di balik film2 Indonesia yg payah, ada juga yg berkualitas
ReplyDeleteSaya penasaran sama AADC versi musikal ini. Tapi yang dapat 4 penghargaan dari Festival Film Busan justru film Pangku ya..
ReplyDeleteBisa sampai ke festival film Busan pertanda bahwa sineas kita berkualitas dalam menghadirkan film bermutu. Apalagi ternyata genrenya drama ya. Yuk, tingkatkan kualitas film kita
ReplyDelete